vfRLx8H2uqdqBCqTEItJFZCD3xp6D4LE2kPIUYxS

Kuda Mati dan Senopati Wirang


Di sebuah kerajaan kecil bernama Pucang Sagara, terdapat seorang senopati bernama Wirang. Ia adalah pria yang cerdas, tangkas, dan dikenal sebagai seorang pemimpin yang bijaksana. Namun, hari itu ia menghadapi masalah pelik dalam dewan kerajaan.

Masalahnya sederhana tetapi fatal: kuda-kuda perang utama kerajaan mati secara misterius, satu per satu. Sebagai kerajaan yang mengandalkan pasukan berkuda untuk melindungi wilayahnya, hal ini adalah ancaman besar. Raja memanggil semua penasihat dan panglima untuk mencari solusi.

Di dalam aula istana yang megah, diskusi pun dimulai.

“Para senopati,” ujar Raja, “kuda-kuda kita mati, tapi perang tidak menunggu. Apa solusi kalian?”

Salah seorang penasihat, seorang tua berjanggut panjang, mengangkat tangannya. “Baginda, saya sarankan kita mengganti penunggangnya. Mungkin masalahnya ada pada para prajurit yang tidak tahu cara merawat kuda mereka dengan baik.”

“Omong kosong!” sergah seorang panglima muda. “Kuda kita mati karena kelelahan. Solusinya, beri mereka makanan lebih banyak agar kembali kuat!”

Penasihat lain menimpali, “Kuda mati karena kurang semangat. Mungkin kita perlu memberi mereka musik di istal agar suasana lebih menyenangkan.”

Diskusi berlangsung hingga malam. Setiap usulan terdengar konyol bagi Senopati Wirang. Ia hanya duduk diam sambil memperhatikan bagaimana para pemimpin mencoba menyelesaikan masalah tanpa menyentuh akar persoalan.

Akhirnya, Raja menoleh padanya. “Senopati Wirang, kau diam saja. Apakah kau tidak punya ide?”

Wirang menarik napas panjang. Ia berdiri, menatap seluruh hadirin, dan berkata, “Baginda, dengan segala hormat, izinkan saya berbicara jujur. Kita tahu inti masalahnya. Kuda-kuda itu mati, dan tidak ada yang dapat menghidupkannya kembali. Namun, solusi yang diajukan hanya menghindari pokok masalahnya.”

Raja menyipitkan matanya. “Apa maksudmu?”

“Kita semua tahu jawabannya, Baginda. Masalahnya bukan pada prajurit, bukan pada makanan, dan bukan pada suasana istal. Masalahnya adalah kuda itu sudah mati. Solusi kita bukan memperbaiki kuda mati, tapi menggantinya dengan yang baru.”

Para penasihat dan panglima saling pandang. Sejenak, ruangan itu hening.

“Tapi mengganti kuda berarti biaya besar,” salah seorang penasihat membela diri.

“Biaya yang lebih besar adalah kehilangan kerajaan ini karena kita terus menunggangi kuda mati,” jawab Wirang dengan tegas.

Raja mengangguk perlahan, akhirnya memahami maksud Wirang. “Kau benar, Senopati. Kita terlalu sibuk memikirkan cara memperbaiki sesuatu yang tidak dapat diperbaiki. Mulai besok, aku perintahkan agar semua kuda mati diganti. Kita fokus pada solusi nyata, bukan ilusi.”

Malam itu, Kerajaan Pucang Sagara memulai perubahan besar.

Di perjalanan pulang dari rapat itu, salah seorang panglima mendekati Wirang. “Senopati, bagaimana kau bisa berpikir setegas itu?”

Wirang tersenyum. “Dalam hidup, banyak orang takut menghadapi kenyataan. Mereka mencoba memberi makan kuda mati, berharap keajaiban. Tapi aku percaya, menghadapi akar masalah dengan jujur adalah jalan menuju solusi sejati.”

Dan itulah pelajaran dari Senopati Wirang: jika kudamu mati, berhentilah menungganginya. Gantilah dengan kuda baru.

TAMAT


Related Posts

Related Posts

Post a Comment