Dahulu kala, di tanah Lampung yang megah dan subur, berdirilah sebuah kerajaan bernama Tanjung Ratu. Kerajaan ini dipimpin oleh seorang raja bijaksana, Sutan Kusuma Ratu, yang dikenal karena keadilannya dalam memerintah serta keberaniannya dalam menghadapi musuh. Namun, di balik keagungan sang Sutan, ada satu sosok yang membuat namanya kian disegani: Takhing Batin, hulubalang sakti yang setia mendampinginya.
Takhing Batin bukanlah prajurit biasa. Tubuhnya tegap bak akar beringin, tatapannya tajam seperti kilat, dan ilmunya tiada tanding. Ia dikenal memiliki Kesaktian Tujuh Lapis, sebuah ajian kuno yang membuatnya kebal dari segala senjata dan mampu bergerak secepat bayangan. Setiap musuh yang mencoba mengganggu Sutan Kusuma Ratu akan berhadapan dengannya, dan tak seorang pun yang pernah kembali untuk menceritakan pertemuan mereka.
Masyarakat Tanjung Ratu merasa aman di bawah perlindungan sang hulubalang. Para bandit, penyusup, dan pemberontak berpikir seribu kali sebelum menantang kewibawaan kerajaan. Namun, kedamaian ini rupanya membuat iri kerajaan tetangga, Raden Kesuma Jaya, yang diam-diam mengincar kejayaan Tanjung Ratu.
Suatu hari, seorang utusan dari Raden Kesuma Jaya datang membawa pesan damai. Raden Kesuma Jaya menawarkan persekutuan dan perjanjian dagang yang menguntungkan. Namun, Takhing Batin yang memiliki ilmu membaca gelagat, segera mencium kejanggalan.
"Mereka bukan datang membawa persahabatan," gumamnya pada Sutan Kusuma Ratu. "Aku merasakan niat jahat yang tersembunyi."
Namun, sang Sutan, dengan jiwa kepemimpinannya yang luhur, memilih untuk tetap menerima perwakilan Kesuma Jaya dalam jamuan di istana. Malam itu, pesta besar digelar, namun di tengah kegembiraan, tiba-tiba sang Sutan roboh. Wajahnya pucat, tangannya gemetar. Racun!
Takhing Batin segera bertindak. Dengan gerakan secepat kilat, ia menahan seorang abdi yang mencurigakan. Setelah diinterogasi, pengkhianatan itu terbongkar. Raden Kesuma Jaya telah merencanakan kudeta dengan membunuh sang Sutan di meja perjamuan!
Takhing Batin segera membawa Sutan Kusuma Ratu ke tabib kerajaan, namun pasukan Kesuma Jaya telah mengepung istana. Dalam kegelapan malam, mereka menyerang tanpa ampun. Hulubalang sakti itu maju ke medan perang, seorang diri menghadapi seratus prajurit musuh.
Dengan kesaktiannya, tubuhnya kebal dari tombak dan pedang. Ia melesat dan menumbangkan lawan seperti angin puyuh. Para prajurit Kesuma Jaya gemetar melihat sosoknya yang tak tersentuh senjata, seolah dewa perang turun ke bumi.
Namun, lawannya tak hanya prajurit biasa. Dari balik pasukan musuh, muncullah seorang pendekar hitam bernama Raja Singa Baruna, panglima perang Kesuma Jaya yang juga memiliki ilmu sakti.
Dua pendekar sakti itu bertarung dengan dahsyat. Tanah berguncang, pepohonan tercerabut, dan udara bergetar oleh benturan ilmu mereka. Pertarungan berlangsung hingga fajar menyingsing, dan akhirnya, dengan satu pukulan pamungkas, Takhing Batin berhasil merobohkan Raja Singa Baruna.
Pasukan Kesuma Jaya pun tercerai-berai, melarikan diri dalam ketakutan. Kemenangan berada di tangan Tanjung Ratu.
Setelah pertempuran itu, Sutan Kusuma Ratu pulih dari racun berkat ramuan tabib kerajaan. Ia kembali memimpin dengan bijaksana, sementara Takhing Batin tetap menjadi perisai hidup bagi rajanya.
Kisah kehebatan Takhing Batin menyebar ke seluruh penjuru Nusantara, dan namanya dikenang sebagai hulubalang sakti yang setia, yang tak pernah mundur selangkah pun demi kejayaan tanah Lampung.
Sampai hari ini, jika kau mendaki Bukit Karang Sakti saat bulan purnama, konon kau masih bisa mendengar gaung pertempuran dahsyat itu, di mana seorang hulubalang bertarung demi rajanya dan tanah airnya.(*)