vfRLx8H2uqdqBCqTEItJFZCD3xp6D4LE2kPIUYxS

Menyulam Cinta Dalam Adat: Makna Pernikahan Budaya Lampung Pupadun


Di tengah derasnya arus modernisasi, adat dan budaya tetap menjadi penyangga utama dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Keduanya adalah dua sisi mata uang yang tak terpisahkan. Adat istiadat, sebagai warisan nilai dan norma yang dijalankan secara turun-temurun, menjadi dasar pijakan, sementara budaya adalah keseluruhan cara hidup yang membentuk identitas masyarakat yang dalam praktiknya, tak jarang berpadu erat dengan nilai-nilai Islam.

Di Pekon Tanjung Kemala, Kecamatan Pugung, Kabupaten Tanggamus, Lampung, denyut tradisi itu masih terasa hangat dan hidup. Dalam suasana yang penuh kekhidmatan, Ikatan Warga Adat Pupadun Tanggamus (Iwapta) Batang Akhi Way Tebu Marga Pugung melaksanakan prosesi adat Suku Menyakhakat Buway Nyukhang Lebu Balak Pupadun. Acara ini menjadi bagian dari perayaan pernikahan Khairil Huda bin Holbi, bergelar Kanjang Semahan, dengan Khairunnisa binti Awalludin, bergelar Khaja Mulia.

Setelah ijab kabul dan resepsi yang berlangsung pada Senin, 9 Juni 2025, di kediaman mempelai wanita, prosesi adat dilanjutkan dengan pemberian gelar kehormatan. Dalam suasana haru dan sakral, petugas adat membacakan pepancokh, petuah adat dan nasihat bagi pasangan pengantin yang akan menapaki bahtera rumah tangga. Khairil Huda dianugerahi gelar "Khaja Laksana," sedangkan Khairunnisa menerima gelar "Khaja Ikutan" gelar yang bukan hanya simbol, melainkan amanah sosial dan kultural di tengah masyarakat adat Lampung.

Tak berhenti di situ, puncak prosesi adat bertajuk Gekhok Khasan Medal Ngekuhuk digelar pada Sabtu, 14 Juni 2025. Prosesi ini mengusung lambang Burung Garuda Nyempana Kumenoh, sebuah simbol kebesaran dan perlindungan dalam tradisi Pupadun. Menurut Sueb Rizal, bergelar Ratu Yakin selaku pengurus Iwapta Unit Tanjung Kemala, seluruh rangkaian adat merujuk pada pedoman luhur dalam buku Kuntakha Khaja Niti Pasal 278.

Kehadiran para Penyimbang Adat dari berbagai Batin dan Buway mulai dari Buway Kediangan, Buway Gunung, Buway Selagai, hingga Pemuka Menang dan Halam Bawak menunjukkan kekuatan solidaritas kultural masyarakat Lampung. Para tokoh adat dari Sai Makhga datang bukan sekadar sebagai saksi, tetapi sebagai pewaris dan penjaga nilai yang telah hidup ratusan tahun lamanya.

Lebih dari sekadar seremoni, prosesi ini mengandung pesan spiritual dan tanggung jawab sosial. Gelar adat bukan sekadar identitas baru, tetapi juga bentuk kepercayaan dari komunitas adat untuk menjalankan peran sosial dan moral dalam lingkup keluarga maupun masyarakat.

Pernikahan dalam adat Lampung Pupadun bukan hanya penyatuan dua insan, melainkan juga penyatuan dua keluarga besar dalam ikatan budaya dan nilai-nilai agama Islam. Ia menjadi contoh nyata bagaimana adat dan agama saling menguatkan dalam bingkai kehidupan masyarakat Indonesia.

Dalam setiap langkah dan iringan gamolan, dalam setiap sapaan penuh takzim dan nasihat yang disampaikan, terlihat jelas: adat bukan beban masa lalu, melainkan cahaya yang menuntun masa depan. Prosesi ini membuktikan bahwa warisan budaya Lampung Pupadun masih hidup, dijaga, dan dihormati bukan sekadar dikenang, tapi terus dijalankan. (*)
Related Posts

Related Posts

Posting Komentar